Don’t Leave Me Alone!!!
Oleh :
Ervina Sugesti
“Pulang kuliah nanti kita mampir
beli es krim dulu ayo ra!” kata ku. Seusai pulang kuliah aku mengajak Ara makan
es krim yang ada diujung jalan dekat kampus kami. Es krim disana memang
terkenal enak dan juga terbilang murah untuk kalangan mahasiswa seperti kami.
Banyak variasi rasa dan menunya juga. Hanya butuh beberapa menit saja dari kampus menuju kedai es krim, karena
jaraknya memang tidak jauh. Sesampainya disana kita langsung pesan es krimnya,
aku rasa cokelat dan Ara rasa vanila dengan kombinasi puding cokelat. Dan tidak
perlu menunggu waktu lama akhirnya pesanan kita datang. Langsung kita santap
deh es krimnya. Hehehe...
Cuaca sore ini agak sedikit mendung.
Awan-awan pun berselimutkan hitam. Langit-langit pun menggelap. Ya sudah ku
putuskan saja untuk segera pulang daripada nanti terjebak hujan dijalan, karena
perjalanan kampus ke rumah cukup jauh dan memakan waktu sekitar 45 menit.
Sepanjang jalan suara guruh pun setia menemani perjalanan pulang. Ku putuskan
untuk menambah kecepatan laju sepeda motor ku agar cepat sampai dirumah. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga
dirumah. Tapi sesampainya dirumah, aku merasa ada hal yang tak biasa.
“Tumben
sekali ibu dan Ayah sudah sampai dirumah dan kak Senja pun seakan penuh harap
menanti aku pulang. Ada apa ya ini?” batin ku. Tanpa berfikir panjang aku
bergegas membersihkan diri lalu ke ruang tamu tuk ikut berkumpul bersama
mereka.
“Yah,
Bu, Kak, aku kok merasa ada hal yang gak biasa ya? Ada apa ini bu? Kok
sepertinya ada yang ingin dibicarakan kepada ku. Aku berbuat salah ya bu?” ucap
ku.
“Kamu
tidak melakukan kesalahan nak, memang ada yang ingin kakak mu sampaikan padamu.
Makanya kami berkumpul disini menunggu mu pulang.” Tutur Ibu dengan suaranya
yang lembut.
“Ada
apa ini kak, bu? Sepertinya ini penting sekali? Ayo dong segera cerita. Jangan buat
aku penasaran.” Kata ku sambil mendekat duduk ke Kak Senja.
“Begini
dek, eee...” Ucap kakak sambil
terbata-bata.
“Ayo
dong kak. Kasih tau aku. Jangan bikin aku penasaran.” Ujarku penuh harap sambil
menggenggam erat tangan kak Senja.
“Begini
dek... Ada laki-laki sholeh yang akan
meng-khitbah kakak dalam waktu dekat
ini. Dan kami pun akan segera menikah.” Kata kak Senja dengan nada suaranya
yang lembut sambil menatapku penuh keseriusan.
“Apaaa...???
Kakak mau nikah dalam waktu dekat ini? Sama siapa kak? Kok secepat ini? Kakak
kan masih muda. Kakak juga baru lulus kuliah. Apa ini tidak terlalu cepat kak?”
ucapku dengan isakan menangis.
“Iya
dek... Maafkan kakak. Ini memang
terlalu cepat. Maafkan kakak dek.
Kakak tahu adek sangat shock mendengar berita ini. Tapi dek, gak mungkin pula kakak menolak ada
laki-laki sholeh yang berniat baik tuk menikah dengan ku dek.” Kata kak Senja sambil memeluk ku dan mencoba menjelaskan
pelan-pelan padaku agar ku mengerti.
“Aku
sedih kakak mau nikah. Pasti nanti kalau kakak udah nikah gak tinggal disini
lagi. Kakak ikut suami kakak. Lalu, aku disini sama siapa kak? Siapa nanti yang
ngajarin aku belajar statistik? Siapa nanti yang ku ajak berbagi? Siapa nanti
yang menemaniku kesana kemari kak? Siapaaa??? Aku masih pengen kakak disini...
Bersamaku... Menemaniku kak... Masih ada banyak hal juga yang ingin ku lakukan
bareng sama kakak.” Ujarku.
“Dek... sekali lagi kakak minta maaf.
Aku mohon adek mengerti. Kakak ini
mau beribadah dek. Kakak ini mau
menggenapkan separuh dien kakak dek. Harusnya adek bahagia kakak mau menikah, bukannya bersedih dek. Dan nantinya adek juga bakal menikah juga kan? Meninggalkan kakak, ayah, dan ibu
juga. Ikhlaskan kakak ya dek. Jangan
sedih seperti ini. Kakak juga bingung harus bagaimana nanti kalau melihat adek terus-terusan sedih. Kan masih
banyak nanti yang menenmani adek. Ada
sahabat adek si Ara yang bisa
menemani adek kemana-mana, ada mbak
Key juga yang nanti bisa adek ajak
untuk cerita, dan masih bisa juga cerita sama kakak dek via telpon, social
network, atau cerita langsung pas nanti kakak pulang juga masih bisa
jalan-jalan bareng kakak. Iya kan dek?”
ucap Kak Senja yang mencoba menenangan ku sambil merangkul ku menghapuskan air
mataku.
“Iya
kak... maafkan aku ya kak. Aku belum bisa mengerti kakak. Aku bahagia asalkan
kakak bahagia. Maafkan aku ya kak yang sangat egois. Tapi berita ini
benar-benar membuat ku kaget kak. Gak pernah sebelumnya aku berfikir kakak akan
menikah secepat ini. Aku sayaaannnggg bangeeettt sama kakak. Semoga kakak bahagia
ya kak dengan suami kakak nanti. Kebahagiaan kakak, kebahagiaan ku juga. Aku
belajar ikhlas tuk menerima ini kakak. Kakak memang kakak yang THE
BEST banget buat ku kak. Ayah dan Ibu juga pasti bangga punya anak
seperti kakak yang selalu mengajarkan hal-hal yang baik kepada adiknya.” Kataku
sambil memeluknya.
Di
Kolong Langit Bertabur Bintang
Bekasi, 26 Februari 2013
Ervina Sugesti
NB : ini cerita kisah nyata... :D
NB : ini cerita kisah nyata... :D